Catatan sang Penulis: 2015

Rabu, 28 Januari 2015

Terbiasa...!!!



Patah hati ! ternyata kata itu sudah biasa bagiku. Dua kata yang amat dihindari oleh orang banyak. Bahkan orang gila sekalipun, tidak menginginkan yang namanya Patah Hati ! Jelas, patah hati itu sakit. Sakit sekali, seperti ditusuk oleh ribuan jarum. Dan aku sudah terbiasa dengan rasa itu.
Aku memandang rumput kecil dihalaman, mencoba mengingat kembali sejak kapan aku Patah hati. Dan mulai terbiasa dengan kata itu ? tapi, rasanya sulit bagiku mengingat semuanya. Yang jelas sakit itu telah menjadi temanku. Aku patah hati, bukan karena aku ditolak, apalagi di khianati oleh seseorang. Melainkan, karena diam ku.
Aku… terbiasa diam ketika kumencintai seseorang. Tidak berani mengatakannya, apalagi memperlihatkan rasa cintaku kepadanya. Sehingga, aku jatuh dan terpuruk. Dan hanya bisa mencintai tanpa dicintai. Aku tidak tahu kenapa selalu seperti ini. Apa karena aku gadis yang pemalu atau aku terlalu bodoh ? menahan semua gejolak rasa yang terus datang tanpa diminta. Aku hanya bisa mencuri pandang ketika ia tidak melihatku atau aku hanya bisa menatapnya dari jarak yang sangat jauh.
Seperti saat ini, ditaman tempat aku berpijak sekarang, aku hanya bisa menatapnya dari jauh. Memperhatikannya dengan rasa yang terus berpacu seperti kuda. Tapi lagi-lagi kukatakan, aku sudah terbiasa dengan rasa dan keadaan ini. Ku alihkan pandanganku, menatap kembali rumput-rumput kecil. Terkadang aku berfikir, kenapa kisah percintaanku selalu berakhir seperti ini. Berakhir tanpa kejelasan. Karena diamku. Jika terus-terusan seperti ini, sampai kapanpun, akan terus begini. Bukan orang lain yang membuat aku patah hati. Tapi diriku sendiri yang membuat keadaan ini semua berantakan. Jujur ku akui, aku tidak seberani mereka, yang bisa mengatakan lebih dulu. Karena aku bukanlah mereka. Dan kukatakan lagi, walaupun aku sudah terbiasa dengan rasa ini, tapi aku tetap sakit !. bertambah sakit lagi ketika aku melihatnya kini sedang berdua-duaan dengan seorang gadis yang jauh lebih cantik dariku. Dan jelas ini membuat nyaliku menciut dan aku mengaku mundur perlahan-lahan, karena aku sadar aku tidak sebanding dengan gadis itu. tanpa sadar airmataku jatuh. Ini kesekian kalinya aku menangis, menangisi dirinya yang sedang berbahagia.
“ kalau kamu memang cinta, ungkapkan aja jangan pernah dipendam “
Aku melihat siapa yang berbicara. Tersirat senyuman indah diwajahnya. Aku berusaha menahan airmata ini agar tidak jatuh. Namun, lelaki yang ada disampingku segera mendekapku.
“ sakit kak, hati aku sakit. Kenapa aku selalu mendapatkan rasa sakit ini, apa aku tak layak untuk dicintai ? “ uajrku terbata dengan airmata yang terus bercucuran. Lelaki yang kupanggil kakak itu pun mengusap punggungku sambil mencium kepalaku yang ditutupi oleh jilbab putihku. “ aku sayang dia, tapi aku tidak berani mengatakannya “ lanjutku
Dilepaskannya pelukkannya. Ditatapnya mataku amat dalam dengan senyuman yang tak pernah lepas dari wajahnya.
“ mencintai, bukan harus memilikinya. Nikmati saja rasa yang datang padamu, karena saat kau menikmatinya, rasa itu akan seperti teman bukan beban. Hingga satu saat rasa itu akan berhenti dan menepi, karena ia telah menemukan yang pas. Kakak yakin, kamu adalah gadis yang kuat “
Aku terdiam, dan merenungi setiap kata-katanya. Jika seperti itu, maka akan aku lakukan. Menikamatinya dan membiasakannya untuk menjadi teman bukan beban

Selasa, 13 Januari 2015

Senyuman Itu


SENYUMAN ITU...

Kufikir ini hanyalah perasaan biasa saja. Kekaguman seorang akhwat terhadap akhlak mulia seorang ikhwan. Ternyata salah, perasaan ini terus tumbuh hingga menimbulkan rasa sakit didada. Kufikir, aku sakit jantung. Ternyata lagi-lagi aku salah. Ini bukan sakit jantung, tapi ini cinta.

Setelah habis pulang kuliah, aku selalu bersemangat menuju ke mushollah. Karena saat itu aku bisa melihatnya, terutama senyuman manis yang terukir indah dibibirnya.Setiap kali berdekatan dengannya, degupan jantung ini semakin kencang berdetak, diri bagaikan melayang jauh.
Detik-detik terus kulalui bersamanya dan Kami sering menghabiskan waktu untuk melaksanakan mentoring dan membahas hal-hal yang tidak kami ketahui. Dan disaat itulah benih-benih cinta yang dianugerahkan Allah tumbuh untukku padanya.

Setiap hari bahkan dalam 5 waktu ku selalu kusebut namanya yang selalu menghiasi setiap sudut doaku. Deraian airmata terus bercucuran mengingat betapa besarnya cintaku ini terhadapnya. Namun waktu terus bergulir dengan cepatnya. Sekarang ia sibuk dengan skripsinya, sehingga membuat ku sulit untuk berjumpa dengannya.
Perih,sakit ! itu sudah pasti. Tapi ku selalu mendoakan yang terbaik untuknya. Karena kuyakin akan janji Allah pada umatnya.
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula)’’ (Qs An-Nur 26)

Tepat pada hari ini, dimana ia akan wisuda. Ingin rasanya aku melihatnya saat-saat ia diwisuda. Memberikan selamat atas kerja kerasnya selama ini. tapi aku tak bisa. Hanya surat inilah sebagai perantara diriku yang kutitipkan kepada temanku.
“ aku titip surat ini ya untuknya “ pintaku pada temanku dan segera mengambil surat yang kuberikan. Ia tersenyum.
“ pasti kusampaikan kok.” Jawabnya “ kamu harus tetap semangat ya. Ada gak ada dirinya, kamu harus tetap menjalani hidup ini. kalau jodoh gakkan kemana. Dan kamu juga bilang, bila Allah menakdirkanmu untuk terus melihat senyumannya, maka Allah akan memberikan senyumannya untukmu “ ujarnya. aku tersenyum.
***
Dia berjalan keluar dengan bangga, menghampiri kedua orang tuanya yang sedari tadi menunggunya. Segera ia memeluk kedua orang tuanya. Meluapkan rasa kebahagiaan karena perjuangannya selama 4 tahun tidaklah sia-sia. Temanku berjalan menghampirinya, kemudian memanggilnya.
“ kak “ panggilnya. Dia menoleh dan tersenyum. Temanku menyerahkan amplop berwarna biru kepadanya. Ia mengambil amplop itu dan memandang kearah temanku.
“ dari Sari, dibaca yah setelah sampai dirumah. “ pinta temanku itu. Kemudian ia melangkah menjauh meninggalkannya sendiri. Ia menatap amplop biru itu, menatap penuh rasa heran.

***
Assalamualaikum wr. Wb.
Kepada ikhwan terkasih yang dicintai Allah SWT.
Setiap hembusan nafas dalam 5 waktuku, selalu namamu yang menghiasi doaku.
Kekaguman hati membawakanku pada perasaan itu..
Perasaan cinta anugerah dari sang Illahi
Berawal dari senyumanmu kemudian turun kehati atas izin Illahi.
kusampaikan pesan rindu yang selama ini tak kesampaian.
Kepadamu ikhwan terkasih, asal engkau tau..
Sudah lama ku memendam rasa ini, berusaha mencintaimu setulus hati, walau ku tau kau tak membalas
Tapi kuselalu setia menanti, berharap janji Allah kan terpatri pada kita nanti.
Dan asal engkau tahu, selama ini aku merinduimu, menahan sakit karenamu.. dan terus mencintaimu karena Allah Ta’ala.

Dari diriku..
Yang terus mencintaimu karena Allah Ta’ala.