Catatan sang Penulis: Oktober 2013

Senin, 28 Oktober 2013

Akhir dari sebuah Perjalanan

Aku terus berjalan menapaki jalan ini...
Lurus...
Dipinggir jalan tumbuh sejuta bunga..
Indah... Wangi...
Kusentuh dengan jemari-jemariku..
Merasakan kelembutan yang diberikan...

Aku tetap terus berjalan..
Lelah..
Mengapa jalan ini tak berujung ..?
Sampai kapan aku akan berjalan ??
Sendiri ??
Tiada yang menemani..

Kemana.. kemana semua orang ?
Kenapa aku sendiri ?
Kemana keluarga ku ? Sahabatku ? Hingga sejati hidupku ?
Kenapa tak kutemukan seorangpun disini ?

Aku berlari..
Berusaha menerobos celah
Namun tetap sama...
Jalan ini takkan pernah berujung..

Aku telah lelah
Aku takut !
Tempat apa ini ?
Kemana semua orang ?
Tuhan... sampai disinikah Akhir Ceritaku ?

Sampai akhirnya,,, aku menemukan cahaya..
Titik terang dari kelelahan ku..
Celah untukku keluar dari semua ini

Aku kembali berjalan,, berjalan dengan sekuat tenaga..
Tapi langkahku terhenti..
Aku menoleh,,
Kulihat semua ,, keluargaku,, sahabatku,, memanggilku
Kulihat kedepan..
Sejatiku telah menunggu...

Tuhan... manakah yang akan kupilih ?
Aku tak ingin menyia-nyiakan perjalanan panjangku...
Aku telah mencapai finish...
Ibu... Ayah... Sahabatku...
Aku pergi..
Bersama Teman sejatiku... ~

Jumat, 18 Oktober 2013

syair pujaan

Didalam kamar yang sunyi,,
hanya diterangi oleh sebercas lampu,,
aku mulai melakukan kegiatan rutinku,,
merapal sebuah nama,,
nama yang penuh harap dalam do'a ku,,

dalam diam,, ku sebut namamu
melepas rindu dalam hati

tak salahkah mencinta ?
tak salahkah merindu ?
tapi salahkah aku ingin memilikimu ...?

mengucapkan namamu, bagai berdzikir dikala berdo'a...


cerita fiktif tentang cinta " jangan ambil Dia Tuhan "


Pernah ada rasa cinta
Antara kita kini tinggal kenangan
Ingin kulupakan
Semua tentang dirimu
Namun tak lagi
Kan seperti dirimu oh bintangku..

Jauh kau pergi meninggalkan diriku
Disini aku merindukkan dirimu
Ingin ku coba mencara pengganti mu
Namun, tak lagi kan seperti dirimu
Oh,, kekasih...

Pandangan ku tak lepas dari nisan yang bernamakan BUDI RUSMANA .  kuhusap nisan itu lalu kucium dengan lembut. Hari ini, tepat 5 bulan Budi meninggalkanku. Meninggalkan ku untuk selama-lamanya. Sampai detik ini, aku masih belum bisa merelakannya. Aku masih ingin bersamanya. Aku masih merindukannya. Tapi kenapa ? kenapa Tuhan mengambilnya begitu cepat ? mengapa ia tak diberi kekuatan oleh Tuhan untuk melawan sakitnya itu ?. aku menangis sesenggukkan.
Pukkk..
Sebuah tepukkan mendarat dibahu ku dengan lembut. Sebuah senyuman indah diberikannya padaku, lalu ia ikut berjongkok disamping ku. Ku tatap wajahnya yang selalu tenang. Seperti tak ada beban dalam hidupnya, meski saat kehilangan sahabat yang sangat ia sayangi itu.
“ Budi tidak akan pernah tenang dialam sana, jika kamu masih belum bisa merelakannya Wi. “ seru Agoy. Aku merunduk sedih.
“ mengapa Tuhan mengambilnya begitu cepat goy ?” tanyaku dengan bahasa tubuh. Kurasa, pertanyaan itu sudah sering kali terlontar dari gerakkan bibir dan tubuhku.
“ karena Tuhan sayang sama dia Wi “ jawab Agoy. Dan Agoy juga selalu menjawab dengan jawaban yang sama setiap aku melontarkan pertanyaan itu. Setetes air bening bergulir dipipiku. Agoy mengangkat wajah ku kemudian dengan lembut ia mengusap air mata itu.
“ sebelum Budi benar-benar pergi, ia berpesan sama aku. Kalau dia gak ingin melihat kamu nangis Wi. Makanya, dia menyuruh ku untuk menjaga mu “ ujar Agoy. Wajahnya berubah sendu. “ ddan aku memang gak ingin melihat kamu menangis terus wi. Kamu harus bisa move on, kamu harus lihat, masih ada orang yang sayang sama kamu “ batin Agoy membisik. Kemudian Agoy mengajakku untuk pergi dari pemakaman. Aku sempat menoleh kebelakang untuk sejenak melihat pusara Budi yang terakhir kali, sebelum aku benar-benar pergi meninggalkan tempat itu.

***
Sebuah Mobil berhenti didepan rumah yang tak terlalu besar. Agoy mengajak ku turun dan aku mengikutinya. Ku perhatikan secara rinci rumah itu dari luar. Sebuah rumah minimalis yang terbuat dari kayu jati.
“ untuk sementara, kita akan tinggal disini “ seru Agoy sambil menurunkan barang-barang dari bagasi mobil. Aku menoleh . lalu ku tatap lagi rumah itu. Tanganku mengenggam erat Boneka panda yang pernah Budi berikan kepadaku.
“ ayo masuk “ ajak Agoy sambil menenteng dua tas besar. Aku mengangguk dan berjalan mengikutinya dari belakang.
Sesampainya didalam, aku disambut oleh dua orang yang sudah llanjut usia. Ku fikir, mereka adalah pasangan suami istri, karena melihat mereka begitu dekat. Mereka tersenyum dan berjalan kearah kami.
“ selamat datang dirumah kami, nak “ seru wanita paruh baya itu dan mengelus lembut rambut ku. Aku hanya tersenyum.
“ Wi, untuk sementara, kita akan tinggal disini, dirumah kakek dan nenekku. Kamu bisa tidur dikamar ku nantinya. Dan aku bisa tidur disofa. “ ujar Agoy memberitahuku dengan menuliskan kalimatnya diatas kertas .

Oma Sri. Begitulah mereka memanggil wanita paruh baya ini. Ia mengajakku untuk keatas, menuju kamar Agoy yang akan menjadi kamar ku nantinya. Aku pun berjalan mengikuti langkah oma Sri. Sesampainya didalam kamar. Oma Sri pergi meninggalkanku untuk menyiapkan makan malam. Aku berdiri dan menuju kejendela. Kubuka, tirai jendela kamar dan menatap keluar melihat suasana sore didesa ini.

***
Agoy duduk diatas pondok buatan. Sesekali ia mendesah . fikirannya kembali pada 5 bulan lalu , dimana saat Budi akan menutup matanya untuk selamanya. Agoy cepat-cepat mengusap air mata yang hendak jatuh. Mungkin, dia adalah orang yang paling kehilangan, karena saat-saat terakhir Budi, Agoy lah yang menemaninya.

Tangan itu mengenggam erat jemari Agoy. Tangan Budi begitu dingin bagai es. Disaat sakitnya, Budi masih sempat tersenyum . kala itu, Agoy sudah tidak dapat lagi membendung air matanya.
“ berjanjilah sama aku Goy “ seru Budi terbata-bata.
“ janji apa Bud ?” tanya Agoy
“ berjanjilah, kamu akan menjaga Tiwi buat aku. “ Budi menghentikkan ucapannya sejenak untuk mengatur nafasnya yang sesak. “ aku tahu, kamu bisa menjaganya. Dan aku tahu kamu menyayangi Tiwi seperti aku menyayanginya. “ pinta Budi. Agoy mengangguk tak kuasa melihat keadaan sahabatnya seperti itu.
“ tanpa kamu minta, aku akan menjaganya Bud. Tapi kamu harus bertahan Bud, harus !” Budi semakin mempererat genggamannya dan Agoy juga mengenggam tangan itu yang semakin dingin. Wajah Budi sudah terlihat sangat pucat. “ makasih Goy. Tapi,, aku benar-benar udah gak kuat. “ Agoy menggeleng “ Goy “ panggil  Budi. Agoy mendekatkan wajahnya. “ jaga Tiwi baik-baik,, jangan biarkan ia menangis lagi. Aku,,, mohon “ setelah mengatakan hal itu. Budi melepaskan genggamannya dari jemari Agoy. Agoy tak percaya bahwa sahabatnya telah tertidur pulas.

“ huhhh “ desahnya. “ aku telah menjaganya buat mu Bud. Dan aku harap kamu tenang disana ?. “ harap Agoy. Lalu ia bangkit dan berjalan menuju rumahnya. Sesampainya dirumah, Agoy berjalan keatas menuju kamar Tiwi. Dibukanya pintu itu dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Agoy berjalan kearah ranjang dan duduk disamping tubuh Tiwi yang tengah tertidur pulas. Mungkin ia keletihan saat perjalanan tadi. Fikir Agoy.
Lalu ia belai rambut Tiwi kemudian mengecup kening ku dengan lembut. Setelah itu ia berjalan keluar dan menuju sofa ruang tamu untuk tidur, melepaskan penat karena perjalanan seharian.

Keesokkan paginya, tidur ku terusik oleh sinar mentari yang masuk menerobos dari cela-cela jendela. Udara dingin masuk membelai tubuh ku. Aku menarik selimut untuk menutupi tubuhku yang kedinginan. Samar-samar, aku mendengar suara derap langkah menuju kemari dan membuka pintu kamarku.
“ hey,, bangun ini udah siang Wi “ satu suara membuat ku kembali terusik. Namun, aku yang terlalu ngantuk, begitu sulit untuk membuka mata ini.
Agoy berjalan kearah jendela, membuka semua tirai agar cahaya matahari masuk kedalam kamar. Agoy tersenyum melihat ku yang kesilauan akibat cahaya mentari pagi, kemudian ia berjalan mendekati ku.
“ ayo bangun “ ujarnya membangunkan ku sambil menarik tubuh mungilku.
“ aaa “ protes ku. “ kamu jahat sekali membangunkan aku “ ujar ku dengan gerakkan tangan dan tubuh. Agoy hanya tertawa melihat ku cemberut seperti itu.
“ sudah sana mandi, terus turun buat serapan, oma sama opa udah nungguin “ titah Agoy dengan isyarat gerakkan tubuh juga.
Dengan malas, aku turun dan menuju kekamar mandi. Tak berapa lama, aku keluar dan sudah siap menuju ruang makan. Saat hendak keluar, aku berpapasan dengan Agoy yang juga hendak ke ruang makan.
“ udah selesai ?” tanyanya. Aku hanya mengangguk.
“ yuk “ ajak Agoy sambil menggamit tanganku.
Sesampainya di ruang makan, aku dan Agoy disambut dengan senyuman manis dari opa dan oma. Oma menyuruh kami duduk dan menuangkan nasi dipiring kami masing-masing. Saat sedang makan, opa dan oma menceritakan masa lalu Agoy saat kecil. Aku hanya tersenyum dan ikut tertawa saat mereka tertawa walau sebenarnya aku tidak paham apa yang mereka maksud. Tapi setidaknya sedikit aku mengerti dari gerakkan bibir mereka.

***
Aku berjalan menghampiri Agoy yang sedang memberi makan kuda putih kesayangannya. Aku berjalan mengendap-endap agar Agoy tidak mengetahui keberadaan ku. Dan sesampainya didekat Agoy, aku pun mengagetkannya.
“ aaa “ teriakku sambil memukul bahu Agoy. Ia tersentak dan mencampakkan rumput yang hendak ia berikan pada kudanya.
“ Tiwi “ serunya “ ngagetin tau gak “
Aku hanya tertawa. Sedangkan Agoy , ia hanya menggeleng dan tersenyum. ‘ aku senang, akhirnya kamu bisa tertawa lepas seperti ini Wi ‘ batin Agoy .
“ haaa “ aku menyentuh lengan Agoy . agoy segera tersadar dari lamunannya. “ kamu kenapa ?” tanyaku.
“ gak pa-apa “ jawab Agoy sambil melambaikan tangannya. “ oia, aku mau menunjukkan suatu tempat yang bagus disini. Kamu mau ikut ?” tawar Agoy. Aku hanya mengangguk. Agoy segera menarik tali kuda dan membawanya keluar. Aku tersenyum melihat Agoy, melihatnya seperti melihat Budi. Aku kembali sedih saat teringat Budi. ‘ huft ‘  desahku. Agoy dan Budi, 2 orang yang berbeda. Tapi hampir memiliki kesamaan. Hanya saja, Budi terlalu perasa dibandingkan Agoy. Dan aku juga senang berteman dengannya, selain dia anak yang asik. Dia juga mengerti gerakkan tubuh ku saat berbicara dengannya.
“ ahh “ aku segera menggeleng. Kenapa aku bisa memikirkan Agoy. Agoy datang dan segera menghampiriku.
“ yuk “ ajaknya. Aku melihat kuda yang ada disampingnya. Keningku ku mengkerut.
“ kita kesananya naik kuda “ ujar Agoy sambil menunjuk kearah kuda putihnya.
“ hahh ?” aku tercengang sembari ikut menunjuk kuda putih miliknya.
“ tenang aja, gak berbahaya kok “ kemudian, Agoy membantuku naik keatas punggung kuda setelah itu ia juga ikut naik dan mulai melajukan kudanya. Perlahan-lahan, kuda itu mulai berjalan, aku sempat gugup. Bagaimana seandainya kuda ini tiba-tiba tidak bisa dikendalikan ?. aku begitu khawatir. Agoy yang melihat kekhawatiranku pun tersenyum dan berbisik didekat telingaku.
“ kamu,, jangan,, takut “ ujar Agoy seperti mengeja agar aku paham yang ia bilang. Aku hanya mengangguk. Tak berapa lama, kami pun sampai di tempat yang Agoy maksud. Ia turun kemudian membantu ku turun dari atas kudanya.
“ huhh “ aku mendesah. Agoy tersenyum, lalu ia merogo sesuatu dari dalam kantong celananya. Ia mengambil sebuah sapu tangan lalu mengikatkannya dikepalaku. Menutup kedua mata ku.
“ aaahhh “ Protes ku.
“ udah,, kamu,, tenang ajja “ seru Agoy. Dan dengan terpaksa, aku menurut ucapannya dan mulai berjalan . dan pastinya aku di tuntun oleh Agoy. Mungkin butuh 10 menit untuk sampai ketempat ini dan Agoy mengehentikan langkahnya.
“ udah boleh dibuka ?” tanya ku dengan gerakkan tangan.
“ se,,ben,,tar yha “ aku menghentakkan kaki ku. Kesal. Itulah yang aku rasakan. Mengapa sih harus menutup mata segala ? kan gelap ?. batinku.
“ nah,, sete,,lah,, hi,,tungan,,ke,tiga,, kamu,, buka,, mata yha “ titah Agoy dan aku hanya bisa mengangguk.
Sa,,tu,,,, du,,,aa,, ti,,, ga..
Lalu Agoy melepas ikatannya. Dan pelan-pelan, aku membuka mataku. Mulutku menganga, takjub. Tempat ini begitu indah . aku menatap Agoy . ia hanya tersenyum. Aku membekap mulutku, senang ! itulah yang aku rasakan.
“ huaaa “ teriakku begitu senang. “ tempat apa ini ?” tanya ku dengan gerakkan tangan.
“ ini,, namanya kawah putih “ jawab Agoy dengan gerakkan tangan pula.
Aku dan Agoy pun bermain disana, merasakan semilir angin yang sejuk yang ditiupkan oleh kawah putih ini. aku merentangkan kedua tanganku , menutup kedua kelopak mataku. Tanpa kusadari, Agoy menatap lekat wajahku dari samping. Perasaannya begitu teduh setiap melihat senyuman indah terukir dari bibir indah ku. ‘ andaikan kamu terus seperti ini, pasti Budi senang. Begitupun aku Wi. Aku senang bisa melihat mu sebahagia ini, dan aku gak salah membawa mu kemari. ‘ bisik baatin Agoy.
Aku membuka kelopak mataku, menatap hamparan danau didepan. Aku tersenyum kecut. Fikiran ku kembali terlintas saat bersama Budi. Tanpa terasa, buliran bening itu jatuh lagi. Agoy yang melihat ku menangis terlihat panik.
“ kamu kenapa wi ?” ucap Agoy dengan gerakkan tangannya. Aku hanya menggeleng.
“ hey,, jangan menangis “ Agoy membungkus wajahku dengan kedua telapak tangannya. Ibu jarinya menghapus air mataku yang jatuh kepipi. “ jangan,, menangis,, “ pintanya. Aku segera mendekap tubuh kekar Agoy.
“ aku merindukannya Goy, sangat merindukkannya “ batinku menjerit frustasi.


Agoy kembali membantu ku turun dari kudanya setelah sampai dirumah. Aku segera berjalan masuk menuju kamar. Agoy hanya melihat ku dan mendesah. ‘ apa kamu teringat dengan Budi lagi Wi ? apa kamu gak bisa untuk bangkit dari bayang semunya ? lihat aku Wi .. aku, ada disini, untukmu ?” Agoy membatin.
Aku masuk kedalam kamar dan berjalan kearah tempat tidurku. Aku menarik tas ku dan mengambil sebuah foto didalamnya. Ku tatap foto itu lekat-lekat, dan kuhusap serta kucium foto itu.
“ aku merindukkan mu “ bisik hatiku. Dan memeluk foto itu.

Gerimis masih saja mengguyur kota ini. aku menatap wajah tampan yang sedang duduk disampingku sambil memetik gitarnya.

Aku tak ingin
Kau menangis bersedih
Sudahi air mata
Dari mu...

Yang aku ingin
Arti hadir diriku
Kan menghapus duka mu
Sayang..

Karena bagiku
Kau kehormatanku
Dengarkan
Dengarkan aku...

Hanya satu pinta ku
Untuk mu dan hidupmu
Baik-baik sayang
Ada aku untukmu

Hanya satu pinta ku
Di siang dan malammu
Baik-baik sayang
Karena aku untukmu..

Aku hanya diam mendengarkan Budi menyanyi sampai selesai. Budi meletakkan gitarnya disamping, lalu ia mendesah. Di tatapnya wajah ku dalam-dalam, seperti ingin mengatakan sesuatu. Wajahnya kembali murung. Di bungkusnya wajah ku dengan kedua telapak tangannya, lalu ia tersenyum.
“ lagu itu,, lagu,, terakhir buat mu, sayang. “ ujar Budi dengan gerakkan tangannya yang selalu ia lakukan setiap berbicara dengan Tiwi. “ aku sayang kamu “ serunya lagi sambil tangannya membentuk love. Aku tersenyum melihatnya.
“ aku juga sayang sama kamu, “ ujar ku sambil menyatukan jemari ku berbentuk love seperti Budi lakukan tadi.
“kamu janji yha sama aku, nanti kalau aku udah pergi, kamu jangan nangis lagi. Nanti aku marah diatas sana “ aku merunduk sedih “tuh kan, jangan sedih “ ujarnya lirih sembari mengangkat daguku. Aku menggeleng.
“ kamu gak boleh pergi !! nanti gak ada yang menemani aku dan menyayangi aku lagi. Apa lagi,, aku bisu mana ada yang mau berteman sama aku “ seru ku. Aku merunduk. Sedih. Takut kehilangan Budi. Budi tersenyum.
“ jangan takut, masih ada orang yang sayang sama kamu kok “ jawab Budi
“ siapa ?” tanyaku dengan membuka telapak tanganku
“ agoy “ aku terdiam saat Budi menyebutkan nama itu, kenapa dia ? batinku bingung.
“ wi “ panggil Budi. “ Agoy bisa menjadi teman mu, dan dia juga akan menyayangimu Wi. Kamu jangan takut “ hibur Budi.

“ huhhh “ aku mendesah. Kepalaku melongok saat mendengar pintu kamar terbuka. Semburat wajah muncul dari balik pintu kamar. Ia tersenyum dan berjalan kearahku dengan membawa dua gelas teh hangat.
“ nih “ Agoy memberikan secangkir teh hangat padaku dan aku menerimanya.

***
Sudah 2 minggu lebih aku berada di rumah ini. dan hubungan ku dengan Agoy semakin dekat. Bagiku, dekat dengannya seperti berada disamping Budi, tapi sayang dia bukanlah Budi.
Aku menatap diriku dari pantulan cermin. Kusentuh pipi chuby ku. Aku tidak terlalu buruk, hanya saja,,, aku tidak bisa berbicara. Aku segera tersadar saat mendengar ketukan dari luar. Itu pasti Agoy, fikirku. Aku segera mengambil buku kecil lalu menggantungkannya dileher jenjangku. Ku buka pintu kamar dan ku lihat Agoy tengah berdiri didepan. Senyumannya yang menawan tak pernah lepas dari bibirnya yang tipis. Agoy mengulurkan tangannya dan aku langsung menggamitnya.
“ kita akan kemana ?” aku menulis pertanyaanku diatas kertas dan memberikannya ke Agoy.
“ kesuatu tempat, yang indah “
Aku hanya mengangguk dan mengikuti langkahnya. Kami terus saja berjalan, menelusuri setapak jalan desa. Sesekali Agoy membantu ku saat aku susah berjalan diatas bukit bebatuan. Sesampainya diatas bukit, aku dan Agoy duduk berdampingan.
“ kamu suka ?” tulis Agoy diatas kertas
“ hhaa “ aku mengangguk
Kami pun menikmati indahnya suasana sore pedesaan dari atas bukit ini. kemudian Agoy mengambil gitar yang ia bawa dari rumahnya. Dan mulai memetik gitarnya.

Berulang kali ku yakinkan cinta ini
Kepadamu yang ku puja selama ini
Namun terus kau menghancurkan diriku
Cintaku jiwaku

Andai kau tahu cara yang telah kutempuh
Demi mendapatkan utuhnya hatimu
Sampai-sampai kupertaruhkan diriku
Cintaku jiwaku

Semoga kau mengerti
Aku dan perasaan ini
Harusnya kau sadari
Betapa besar cintaku ini

Aku hanya bisa diam saat mendengarkan Agoy menyanyikan lagu itu. Melihat gerakkan bibirnya agar aku tahu apa yang ia nyanyikan itu.


Andai kau tahu cara yang telah kutempuh
Demi mendapatkan utuhnya hatimu
Sampai-sampai kupertaruhkan diriku
Cintaku jiwaku

Semoga kau mengerti
Aku dan perasaan ini
Harusnya kau sadari
Betapa besar cintaku ini

Ku tatap wajah Agoy, ntah mengapa saat ia menyanyikan lagu ini , hatiku terasa sakit sekali. Sakit yang sangat akrab dengan ku dulu. Saat aku masih bersama Budi. Tapi kenapa ? kenapa sakit itu datang lagi, dengan sakit yang sama. Apa aku...
Ah tidak,, itu tidak mungkin. Aku segera menepis fikiran yang mulai bersarang dibenakku.

Semoga kau mengerti
Aku dan perasaan ini
Harusnya kau sadari
Betapa besar cintaku ini

Agoy menghentikkan petikkan gitarnya dan meletakkannya disamping. Aku masih menunduk, tidak berani menatap wajahnya. Ntah mengapa perasaan ini semakin aneh. Agoy mengangkat dagu ku lalu ia raih jemari tanganku. Pandangannya kali ini berbeda seperti biasanya. Pandangan yang tak pernah ia berikan sebelumnya padaku.
“ wi “ panggilnya. Aku semakin deg-degan. Takut apa yang akan ia bilang. “ aku,,cinta,,kamu “ ujar Agoy sambil menautkan kedua tangannya membentuk love. Aku shock ! aku kaget ! aku gak tau harus berbuat apa. Dulu,, kata itu hanya terlontar dari bibir Budi. Tapi kini,, Agoy ? ia mengucapkannya didepanku dan tangannya membentuk love seperti yang pernah Budi lakukan. “ wi, aku hanya ingin kamu tahu,, kalau aku sayang dan cinta sama kamu wi. Your tears is my tears. Aku gak bisa melihat mu menangis terus, aku ingin kamu tersenyum. Aku ingin menjadi bagian dari hidupmu wi “ seru Agoy. Aku hanya mengeleng. Tidak percaya dengan ucapan yang barusan terlontar dari bibirnya. “ wi “
“aahhh “ aku mendorong tubuh Agoy. Aku menggeleng, air mataku kembali jatuh “ aku gak bisa Goy, gak bisa “
“ kenapa ? apa kamu masih mencintai Budi ? apa karena aku sahabat kamu sama dia ?” ujar Agoy lantang. Melihatnya seperti itu membuat ku takut.
“ wi, aku Cuma ingin kamu lihat aku. Aku ada disini buat kamu, aku sayang kamu. Apa kamu gak pernah melihat ketulusanku ? “ Agoy mengguncang-guncangkan tubuhku. Aku menutup kedua telingaku. Aku kembali mendorong tubuh itu dan mulai berlari, menjauh dari Agoy.
“ Tiwi” jerit Agoy. Agoy pun mengejar ku yang semakin jauh namun, ia tersandung dan jatuh kedalam jurang. Aku terus berlari. ‘ bruk ‘  aku terjatuh. Aku menangis. Aku menoleh kebelakang. Tak kudapati sosok Agoy yang tadi mengejarku. Ntah mengapa, perasaan ku semakin tak karuan. Aku berdiri, dan berlari walau tertatih-tatih.  Mencoba kembali dan mencari sosok Agoy. Namun tak ku ketemui juga. Kemana dia Tuhan ? kenapa tidak ada ?
“ aaaaaaa “ teriakku. Berharap Agoy mendengarnya.
‘ bruk ‘ aku kembali terjatuh. Kulihat sebuah cincin, dimana cincin itu ada sebuah tulisan dan tulisan itu adalah namanya. Aku tertegun, dan segera melihat kebawah. Ku lihat tubuh itu jatuh kedalam jurang . aku menjerit.
“ aaaaaaaaa “

***
Aku menangis saat tubuh Agoy telah diangkat dari dalam jurang. Banyak luka di tubuhnya dan dikepalanya. Kemudian Agoy langsung dibawa kerumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan medis. Didalam mobil, tak henti-hentinya aku menangis dan menjerit memanggilnya berharap ia membuka matanya.
“ hhahh,,, hahh “ teriakku sambil mengguncangkan tubuh Agoy. Namun tubuh itu tetap diam.
Kami pun tiba dirumah sakit dan para suster segera menaruh tubuh Agoy diatas blankar dan langsung membawanya kedalam ruang ICU.
Aku, opa dan oma menunggu diluar. Aku tak bisa duduk tenang. Aku terus saja mondar-mandir didepan ruangan ICU. Ku lihat Opa sedang menenangkan Oma Sri yang terus menangis. Aku berjalan dan pergi dari tempat itu. Aku pergi kemusholla untuk menenangkan hatiku yang sedang takut. Setelah mengambil wudhu, aku langsung menunaikan sholat. Sehabis sholat aku pun berdo’a, memohon keselamatan Agoy.
‘ yaAllah, selamatkanlah Agoy. Jangan ambil dia dari aku ya Allah. Cukup Budi saja yang Engkau ambil dari ku, jangan dia. Aku tahu, dan aku sadar, ternyata aku juga menyayangi dia, menginginkan dia ada disini yaAllah, menemaniku.. dulu,, sewaktu Budi pergi Cuma dia yang aku miliki dan kini ,, kalau dia juga ikutan pergi ,, gak ada lagi yang aku miliki. Keluarga yang ku punya Cuma dia dan hanya dia. Aku mohon yaAllah, sembuhkan Agoy. Aku janji yaAllah, jika Agoy sembuh aku akan menerima dia dan mencintainya seperti dulu aku mencintai Budi. Dan jangan ambil dia dari aku, aku mohon ‘ do’a ku dalam hati.

Jam terus saja berputar. Menit telah berganti jam. Detik demi detik terasa lambat sekali. ‘ krek ‘  pintu itu terbuka. Kami segera menoleh dan melihat Dokter yang menangani Agoy keluar. Kami segera menghampirinya menanyakan keadaan Agoy.
“ gimana Dok, keadaan cucu saya ?” tanya Opa
“ alhamdulillah, cucu bapak bisa melewati masa kritisnya “ seru sang Dokter. Aku menghela nafas lega. Aku tersenyum. Dan sangat beterima kasih kepada Allah yang telah mengabulkan permintaanku. Aku berlari masuk kedalam dan langsung memeluk tubuh Agoy.
“ aaa “ kupeluk tubuh Agoy. perlahan-lahan, kelopak mata Agoy mulai terbuka. Ia mencoba mengangkat tangannya dan mengelus kepalaku. Aku mengangkat tubuhku dan melihatnya sembari menghapus sisa airmata. Agoy mengenggam jemari tanganku.
“ makasih, atas do’a mu “ serunya. Aku hanya mengangguk dan kembali memeluknya.


***
Suasana dimasjid kali ini benara-benar ramai dan khidmat saat seorang pemuda dengan gagahnya duduk didepan seorang penghulu . setelah seorang gadis sebagai pengantin wanitanya duduk disamping pemuda itu, penghulu segera mengamit tangan pemuda yang tak lain adalah Agoy dan mengucapkan ijab kabul.
“ saya nikahkan dan kawinkan engkau Agi Ginanjar dengan anak kami Dede Indah Pertiwi dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai “ ucap sang penghulu. Dan dengan gagahnya Agoy pun berujar.
“ saya terima nikah dan kawinnya Dede Indah Pertiwi dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai “ ujarnya lantang
Maka dengan serempak. Para hadirin mengucapkan kata ‘ sah ‘. Aku menyalami tangan Agoy yang kini telah resmi jadi suami ku. Aku tersenyum.
Dulu,, aku pernah kehilangan seseorang yang berarti dihidupku dan kini, aku tak ingin kejadian itu terulang lagi. Aku hanya ingin terus ada didekatnya sampai nenek kakek dan sang maut yang memisahkan.

THE_END !!!