Catatan sang Penulis: April 2014

Jumat, 04 April 2014

' Love,Life,Hurt ''

' Dan semua akan berjalan dengan seiring waktunya '

Andera. Begitu mereka selalu memanggilku. Aku hanya hidup sendiri yang ditemani oleh sepi. Sampai sekarang, aku belum berani mengartikan apa itu sebuah kehidupan. Ntahlah, haruskah aku senang atau justru sebaliknya dilahirkan kedunia ini. Dunia yang begitu kejam bagiku. Dunia yang seakan-akan selalu mempermainkan aku.
Dulu, keadaannya tak seperti ini. Semuanya baik. Sangat baik. Hingga saat itu, semuanya mulai berubah. Perlahan-lahan, orang-orang yang kusayangi mulai pergi meninggalkanku. Papa, Mama, Kak Icha, Kak Raka, Dion, dan Evelin. Semuanya pergi, meninggalkanku.

***

Awalnya baik, tapi akhirnya buruk. Itulah yang kuketahui. Dera kecil, tak pernah tau apa artinya itu pertengkaran yang menyebabkan perceraian. Dera kecil, hanya bisa menatap dari balik pintu kamar. Menangis ketakutan, saat mendengar pecahan demi pecahan kaca terus terlempar.
Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Aku hanya bisa menangis dibalik pintu kamar. Bersembunyi di balik tempat tidurku.
Aku hanya menatap kosong, hampa. Jujur, saat itu aku takut sekali mendengar suara ribut yang selalu tercipta setiap saat.
Rumah yang dulunya penuh keceriaan kini berubah menjadi keributan.
Yang kutahu saat itu, Papa selalu pulang larut malam dengan jalan bersempoyongan. Dan Mama selalu menunggu diruang tamu. Dan saat itu, suara ribut serta cacian dan makian pun selalu terlontar dari mulut perempuan cantik yang selalu kubangga kan dulu. Perkataan yang tak seharusnya kudengar. Tapi itulah kenyataannya. Aku sampai hapal setiap kata yang diucapkan mereka.
Seperti saat ini, aku hanya bisa bersembunyi disamping tempat tidurku. Memeluk lututku dengan tangan-tangan mungilku. Aku sangat takut.
Dan disaat seperti inilah, sebuah pelukkan lembut selalu kudapatkan dari seorang wanita yang tak kalah kubanggakan.
' kak Icha ' senyumannya yang lembut serta pelukan kasih sayangnya selalu menenangkan hatiku.
'' semua akan baik-baik saja ''
Kata-kata itu selalu kuingat. Wanita muda itu selalu mengatakan hal yang sama untuk menenangkanku.
Kak Icha, dia gadis yang kuat bagiku. Dia seperti malaikat untukku. Dia selalu ada saat aku takut seperti ini.

***

Kehidupan ini terus berlanjut seperti ini. Sebenarnya aku ingin menyudahi semua ini. Tapi apalah dayaku. Saat itu aku masih kecil.
Aku masih teringat ucapan mereka yang mengatakan bahwa aku terlahir dari keluarga ' BrokenHome '
Aku tidak tahu apa itu artinya. Aku mencoba bertanya sama Kak Icha. Tapi dia hanya tersenyum dan menggeleng. Kembali aku bertanya kepada Kak Raka. Dengan senyuman sinis yang masih bisa kurekam sampai sekarang. Dia berkata dengan angkuhnya.
'' jadi lu mau tau apa itu BrokenHome ?'' aku hanya mengangguk.
'' brokenhome itu adalah keluarga yang hancur. Keluarga yang gak ada harmonis2nya sama sekali. '' umpatnya. Kata-kata kak Raka begitu kasar membuat aku takut.
'' lu denger, mending lu cepat pergi dari sini, dari pada lu jadi sasaran pria sialan itu ! ''
Gleggarr...
Bagaikan disambar petir. Itu yang kurasakan dari ucapan kak Raka. Tanpa kusadari airmata kembali menetes. Tiba-tiba kak Icha datang dan segera menyeretku kedalam pelukkannya.
'' jaga bicara kamu Ka ''
'' kenapa kak ? Dia harus tau apa itu BrokenHome ! ''
'' tapi dia masih kecil Ka, dia belum tau apa-apa tentang masalah ini ''
'' terserah ! Aku muak ! Sangat muak sama keluarga ini !''

Kak Icha segera mendekapku. Menghusap punggungku.
'' jangan pernah kamu dengarkan kata Dia '' bisik kak Icha.

***

Kak Icha. Cuma nama itu yang aku kenal sekarang. Hanya dia yang selalu ada untukku.
Saat itu aku masih asyik bermain dengan adik bungsuku. Dion. Dia masih berumur 1 tahun. Dia sangat lucu. Selain kak Icha, Dionlah teman bermainku. Adik yang sangat kusayang.
Melihat pipinya yang chubby dan tubuhnya yang gempal membuat aku gemas selalu ingin mencubitnya.
'' nanti kalau Dion udah besar, jangan seperti papa dan kak Raka yah. Dion harus sayang sama Mama, Kak Icha dan kak Dera ''
Aku selalu mengatakan hal yang sama kepadanya.
Tapi kali ini ada yang berbeda. Aku mendengarkan suara gaduh dari dalam kamar kak Icha. Rasanya aku ingin melihat apa yang terjadi disana. Tapi aku takut.
Suara tangisan yang memilukan dari kak Icha, dan juga suara hantaman serta cacian dari seorang lelaki yang sangat ku hapal suaranya. Papa.
Aku segera menggendong adikku kedalam kamar dan meletakkannya diatas ranjang. Kemudian aku kembali berlari. Mengintip dari balik pintu kamarku.
' apa yang tengah terjadi ? ' batinku.
Jeritan kak Icha yang begitu memilukan, membuatku semakin penasaran. Tiba-tiba keluar sosok pria yang kutakuti itu. Papa. Dia keluar dari kamar kak Icha . Dia menoleh dan melihatku. Aku segera menutup pintu dan menguncinya. Aku takut lelaki itu akan menghajarku seperti waktu itu.

Malam harinya, aku masih mendengar isakkan tangis kak Icha yang tak kunjung reda. Aku begitu penasaran. Dengan mengumpulkan keberanian, aku menghampirinya dikamar.
Kubuka handel pintu itu, dan kulihat kamar kak Icha yang begitu berantakkan. Tidak seperti biasanya yang selalu rapi. Kulihat disekeliling kamar, tapi tidak ada. Akupun memasuki kamar itu dengan langkah yang kubuat pelan.
Kulihat kak Icha duduk dilantai balkon dengan pakaian yang lusuh. Aku menghampirinya.
'' kak Icha ''
Tapi gadis itu tetap tidak menoleh. Seakan dia berada didunianya sendiri. Aku tidak tahu apa yang telah terjadi padanya, yang jelas aku sedih melihatnya seperti itu.
Wanita yang kuat bagiku, wanita yang seperti malaikat tapi kini tak kulihat lagi pada dirinya.
Kupeluk Kak Icha, dan ikut menangis bersamanya. Dia menoleh dan memelukku. Tangisannya begitu memilukan.
'' apa yang tengah terjadi padamu kak ?'' batinku bertanya.

Cukup lama kami tenggelam pada dunianya sendiri. Akhirnya kak Icha bersuara dan mengatakan sesuatu yang sulit aku cerna saat itu.

'' bawa mama dan Dion pergi. Jangan terus disini. Kakak takut, suatu saat hal yang sama akan menimpa kamu. Pergi, dan cari kebahagiaanmu ''

Aku hanya bisa memandangnya. Bingung. Hal sama apa yang akan terjadi ?.

***

Pagi hari, masih kudengar lagi suara keributan. Tapi kali ini berbeda. Kudengar mama yang begitu histeris. Memanggil-manggil nama kak Icha.
Kak Icha ?. Aku segera turun dari tempat tidur dan berlari keluar. Kulihat dikamar kak Icha ramai. Ada papa, mama dan kak Raka. Aku ingin kesana, tapi aku takut. Tapi, aku penasaran apa yang tengah terjadi dikamar kak Icha.
Aku berjalan pelan dan melihat dari balik pintu. Kulihat kak Icha yang tertidur pulas dengan wajah yang pucat. Mama terus mengguncang tubuh kak Icha. Papa hanya diam. Sedangkan kak Raka, dia tidak terima akan kematian kakaknya.
Tiba-tiba, pandangan kak Raka beralih pada kertas yang ditempelkan di kaca rias milik kak Icha. Dia mengambil kertas itu dan membacanya.
Kulihat wajah kak Raka yang begitu merah. Sepertinya dia sangat marah setelah membaca surat itu. Surat yang tidak kuketahui isinya.

'' bangsat '' umpat kak Raka.
' bought '
Kulihat kak Raka memukul pipi Papa dengat kuat, hingga mengalir darah segar dari sela bibir Papa.

'' apa-apa'an kamu Raka ?''
'' lo yang apa-apa'an hah ! '' umpatnya. Mama hanya diam sambil terus menatap kak Icha. Aku tetap bersembunyi dibalik pintu merekam segala kejadian itu.
'' lo, lo gak pantas disebut seorang papa !''
' plak ' tamparan berhasil diberikan papa kewajah kak Raka.
'' anak gak tau diuntung ! ''
'' huh, saya merasa rugi telah memiliki papa seperti lo ! Laki-laki bangsat ! Papa macam apa lo hah, berani memperkosa anaknya sendiri !''

Mendengar ucapan kak Raka, papa terdiam. Sedangkan mama menatap tak percaya. Mama bangkit dan berjalan kearah papa. Kembali cacian serta makian pun terlontar dari mulut wanita itu.
Papa yang tak terima di hina oleh mama, menghempaskannya kelantai. Membuat wanita itu tersungkur.
Kak Raka tak terima dan langsung terjadi perkelahian antara papa dan kak Raka. Aku ingin sekali menghentikkannya. Tapi aku takut.
Ntah setan apa yang merasuki tubuh kak Raka sehingga dia nekat menusuk papa dengan pisau curter yang ada dimeja rias kak Icha.
Papa terjatuh dan pingsan karena banyak mengeluarkan darah. Mama hanya bisa terdiam melihat kejadian barusan. Sedangkan kak Raka, pisau itu jatuh dari tangannya .
Aku hanya bisa menangis menyaksikan kejadian itu. Dan saat itu pula, seakan semuanya telah musnah.
Papa dan kak Icha telah meninggal dengan hal yang tak wajar.
Mama terpaksa direhabilitasi kerumah sakit jiwa karena pristiwa yang menyedihkan itu.
Kak Raka dipenjara akibat membbunuh papanya sendiri.
Dion, adik bungsuku pun ikut menyusul kak Icha kesurga. Karena tidak ada yang mengurusnya sehingga ia mati.
Sedangkan aku, aku terpaksa dibawa kepanti asuhan.
Tempat ini begitu asing bagiku. Rasanya, sangat aneh. Apalagi melihat tatapan mereka yang tidak bersahabat.
Hingga aku besarpun, aku tetap di panti asuhan. tak ada seorangpun yang mau mengapdosiku sebagai putri mereka.
Aku hanya bisa pasrah dan sabar. Ini cobaan bagiku.

9 tahun, bukanlah waktu yang singkat. Tapi aku masih tidak bisa melupakan kejadian itu. Kejadian yang sangat mengerikan. Dan semenjak aku dipanti asuhan, aku jarang melihat mama maupun kak Raka.
Disekolah ku pun, sama. Tetap terasa asing. Karena kejadian dulu, membuatku susah berinteraksi dengan orang lain. Sehingga tak jarang mereka menyebutku ' anak aneh maupun anak authis '
Dan tak ada satupun dari mereka yang mau menerima ku sebagai teman, kecuali evelin.
Dia gadis cantik dan bersahabat. Dia siswi baru pindahan disekolahku.
Walau aku terlalu kaku, tapi cuma dia yang paham. Dan dia juga menerima keadaanku. Dan ntah kenapa pula, aku merasakan cinta pada pertemanan ini. Dan tak jarang aku sangat terbuka dengan dia.
Masih kuingat, saat aku dibully oleh teman sekelas, evelin lah yang membela ku saat itu.

' ibu ingin tau, apa cita-cita kalian ' suatu waktu bu Retno bertanya kepada siswanya.
Semuapun menjawab cita-cita mereka dan tiba giliranku. Aku maju kedepan dengan gugup. Tapi melihat senyuman evelin yang terus mensupport ku membuat aku berani.
'' aku.. Ingin menjadi.. Seseorang yang bisa .. Menginspirasi .. Banyak orang ''
Seketika, teman-teman sekelasku menyoraki ku bahkan tak jarang membully ku.
'' mana bisa anak authis menjadi inspirator ''
Melihat aku yang dibully membuat evelin marah. Dia menggebrak meja dengan kuat.
'' hey, kalian tidak sepantasnya menghina dia. Setiap orang berhak bercita-cita apa saja. Sekalipun dia anak authis. Bahkan tak jarang, orang yang kalian hina saat ini yang akan sukses dimasa yg akan datang kelak. '' semua terdiam.

***
Hari-hariku sedikit berubah karena kehadiran evelin. Seorang sahabat sekaligus kakak yang seperti malaikat. Evelin seperti kak Icha, yang selalu ada untukku.

'' aku... Kangen Mama dan,, kak Raka, Lin '' ujarku.
Evelin hanya tersenyum. Diambilnya tanganku.
'' sepulang sekolah nanti, kita jenguk mereka yah '' aku hanya mengangguk. Evelin memelukku. Pelukkan yang selalu aku rasakan dulu saat kak Icha memelukku.


Evelin terus menarik tanganku. Dia terus berusaha meyakinkan aku. Bahwa kak Raka tidak sejahat dulu.
Ntahlah, rasa takut itu kembali menghantui ku. Ini kali pertamanya bagiku menjenguk kak Raka.
Aku melihat sekilas tempat pertemuan antara orang lain dan tahanan. Begitu menakutkan bagiku.

'' siapa ?'' suara itu mengagetkan aku. Aku berusaha tersenyum dan rileks. Tapi tetap saja aku selalu canggung.
'' kak.. Kak Raka '' tanpa kusadari lagi, air mataku jatuh. Kak Raka segera memelukku. Aku tertegun, karena ini kali pertamanya lah kak Raka memelukku semenjak dia berubah.
Kami masih hanyut dalam sedih dan kerinduan. Evelin yang melihat kami ikut terharu dan pergi keluar untuk memberikan kami kebebesan untuk berbicara.

'' kamu baik, Dek ?'' aku hanya mengangguk. '' maafin kakak, udah gak becus jadi kakak kamu. '' aku hanya diam. '' gimana keadaan mama ?'' tanya kak Raka. Aku hanya menggeleng. '' kamu belum sempat jenguk mama ?'' lagi-lagi aku menggeleng. '' nanti, kalau kakak udah keluar, kita jenguk sama-sama yha '' aku mengangguk.

aku tak tahu apa yang harus kukatakan. Dari dulu, aku selalu diam.
'' lebih baik kamu pulang '' aku tetap diam. '' jaga dirimu baik-baik. '' aku mengangguk lagi. Aku mulai berdiri dan meninggalkan kak Raka. Tapi baru beberapa langkah, kak Raka memanggilku.
'' Dek. Tetap pada pendirianmu. Lakukan apa yang harus kamu lakukan. Ingat, kamulah yang terbaik. Walau diluar sana banyak yang membencimu. Tapi ingat, masih banyak yang sayang sama kamu. Termasuk kakak. Jadilah dirimu seperti bintang yang terus bersinar '' ucapan kak Raka membuat aku kembali menangis. Aku segera berbalik dan mendekapnya lebih lama lagi. Kak Raka berusaha menyembunyikan kesedihannya. Dipeluknya aku erat. Sangat erat.

***

Aku begitu mencintai ketenangan dan kedamaian. Dulu aku begitu mencintai kesendirianku. Namun, semenjak kehadiran evelin dikehidupanku, dia sedikit merubahku. Mencoba agar aku mau berinteraksi dengan dunia.
Masih kuingat perkataan evelin dulu.

'' hidup ini terlalu indah untuk kita lewati begitu saja. Kesendirian hanya akan membuat kita takut keluar. Dunia tidakkan kejam jika kita mau berteman dengannya. Berdamailah, berdamailah dengan hatimu juga dunia mu, Dera ''

Aku berdiri ditepi danau yang indah. Kufikir perkataan evelin benar, tapi tetap saja menyakitkan.
Bagaimana caranya aku untuk berteman dengan dunia ? Apalagi berdamai dengannya. Ini sungguh sulit bagiku. Yang kubutuhkan hanya penuntun hidupku. Tapi semuanya pergi, meninggalkanku.


'' aku,, tidak suka keramaian lin ''
'' sekali saja Der. Aku ingin menghabiskan waktuku bersamumu ''
Aku hanya diam saat itu. Sungguh aku membenci keramaian. Tapi melihat evelin, wajahnya begitu memelas. Aku mengangguk kecil. Evelin tersenyum.

***

Baru kali ini aku menginjakkan kakiku disebuah bazar mewah. begitu banyak orang ketempat itu. Hatiku kembali menciut. Rasa takut itu menjalar kembali padaku. Inginku lari menjauh dari tempat itu. Tapi Evelin menahan tanganku. Ia menggeleng, meyakinkanku dengan senyumannya yang tenang.
Aku mengangguk. Jujur, aku takut dengan keramaian. Merasa risih dengan tatapan-tatapan sinis mereka. Tapi evelin tetap memegang tanganku. Memberikanku energi positif, bahwa semua akan baik-baik saja.

Waktu terus saja berputar. Langit-langit senja merah begitu indah. Baru kali ini aku menyukai keramaian. Mungkin benar, tak selamanya dunia itu kejam. Jika kita mau berdamai, pasti dunia itu indah.
'' terima kasih ''
Evelin hanya tersenyum dan mengangguk. Aku terus menikmati indahnya dunia. Bodoh, kemana saja aku selama ini. Menyendiri. Berusaha sembunyi dari kenyataan. Tak selamanya Dunia itu jahat. Tak selamanya pula kenyataan itu pahit.
Evelin yang melihatku begitu bahagia, sangat senang. Baru kali ini dia melihat sahabatnya tersenyum lepas melihat dunia yang sesungguhnya.

'' terus seperti ini, Der. Raih mimpimu. Jadilah gadis yang kuat dan tegar. Dan jadilah, seseorang yang bisa menginspirasi banyak orang. Dan semua orang akan mendengarkanmu. Kamu yang terbaik Dera. ''
Evelin memelukku dari belakang. Aku mengangguk mengiyakan ucapan Evelin.

'' jika aku sukses menginspirasi banyak orang. Aku mau kamu orang pertama yang melihatku,Lin. '' pintaku.
Evelin terlihat sedih. Ia melepaskan pelukkannya dan duduk dibangku taman. Aku melihatnya lain hari ini. Tidak seperti biasanya.
Ku tatap Evelin dalam. Mencari-cari apa yang terjadi.

'' maunya seperti itu, tapi..''
'' tapi apa ? ''
'' tapi..tapi ''
Kulihat Evelin menangis.
'' kau takkan pergi kan ? ''
'' maafkan aku ,Der ''
'' kamu Kejam, kamu jahat Lin '' umpatku.

Aku berlari sekuat tenaga ku. Jahat ! Semua jahat. Kenapa semua harus pergi meninggalkanku. Mengapa tak ada yang sayang sama ku ? Kenapa kehidupan ini sungguh menyiksa. Kehidupan ini membuatku terluka .

***

Aku berjalan lurus dengan mata yang dipejamkan . Menikmati setiap aroma bunga yang diberikan. Wangi yang khas membuatku menyukainya. Tangan-tangan ku terus memegangi setiap bunga yang ada. Kesendirian. Akhirnya aku kembali pada titik itu lagi. Sendiri.
Apa aku hidup hanya untuk sendiri ? Kenapa semua orang yang aku sayang satu persatu pergi meninggalkanku.

'' Dera '' panggilan itu menghentikkan ku.
Evelin. Dia sekarang ada didepanku, tak jauh dariku. Dia berlari dan langsung memelukku.
'' i'm sorry, Derra. Aku harus pergi. Studiku telah selesai disini. Aku harus kembali kenegaraku. Aku mohon, kamu jangan marah. Aku juga tak ingin berpisah denganmu. Sahabat yang aku sayang. ''
Aku menangis. Evelin menyeka airmataku. Diletakkannya kedua tangannya dipipiku.
'' ada atau tidak adanya aku. Kamu harus tetap seperti sekarang. Aku ingin terus melihatmu tersenyum lepas tanpa adanya beban. Aku mau melihat dirimu meraih impianmu. Mungkin aku tidak bisa melihat secara langsung. Tapi aku bisa merasakannya Der. ''
Kupeluk Evelin. Seperti saat terakhir kali aku memeluk Kak Icha.

***

Sekarang, aku telah menentukan pilihan hidupku. Apa yang kuinginkan dulu. Kini terwujud.
Kini aku menjadi seorang wanita Inspirator yang sangat terkenal. Dulu, mungkin aku malu berinteraksi apalagi menceritakan kisah hidupku. Tapi sekarang tidak. Karena kisah hidupku, kini aku bisa menginspirasi orang-orang. Memberikan makna lebih tentang kehidupan.
Mungkin dulu aku tak berani mengartikan kehidupan yang kejam. tapi sekarang tidak. Karena aku selalu teringat dengan kata-kata orang yang kusayang yang menjadi motivasiku.
Seperti kata kak Icha '' aku harus pergi, dan mencari kebahagiaanku ''
Dan kak Raka juga berkata ''kalau aku harus Tetap pada pendirianku. Lakukan apa yang harus aku lakukan. karena akulah yang terbaik. Walau diluar sana banyak yang membenciku. Tapi ingat, masih banyak yang sayang sama aku. Termasuk kak Raka. aku akan menjadi seperti bintang yang terus bersinar ''
Dan terakhir Evelin '' hidup ini terlalu indah untuk kita lewati begitu saja. Kesendirian hanya akan membuat kita takut keluar. Dunia tidakkan kejam jika kita mau berteman dengannya. Berdamailah, berdamailah dengan hatimu juga dunia mu, Dera ''
'' terus seperti ini, Der. Raih mimpimu. Jadilah gadis yang kuat dan tegar. Dan jadilah, seseorang yang bisa menginspirasi banyak orang. Dan semua orang akan mendengarkanmu. Kamu yang terbaik Dera. ''

dan sekarang aku semakin yakin. Jika kita bisa berdamai dengan hati dan dunia. Maka, dunia itu ada ditangan kita. Dan kehidupan itu ada dihati kita.
Jangan pernah takut melangkah untuk Menentukan hidup kita. Karena, aku selalu mengatakan, bahwa
Aku penguasa atas diriku.
Pengendali atas emosiku.
Penuntun dalam jalanku. Dan Aku takkan berhenti melangkah.
Karena aku, adalah atas apa yang ada pada diriku :)

The_end